Pengalaman Pergi Bandung Naik Kereta Api Bersama Ibu
Pergi ke luar kota menggunakan transportasi kereta api bersama lansia merupakan tantangan tersendiri bagi saya. Jadi ceritanya bulan Desember 2024 lalu, saya bersama ibu pergi ke Bandung untuk menengok bude, atau kakak kandungnya Ibu.
Bude saya kebetulan Desember 2024 lalu sedang sakit kritis namun di awal Januari 2025 ini, bude sudah meninggal dunia. Alfatihah.. Ketika mendapat kabar kalau bude sakit, awalnya saya ragu ingin mengajak ibu ke Bandung. Maklum saja, kondisi ibu yang sudah sepuh dan tidak kuat berjalan kaki membuat saya harus berhati-hati mengajak beliau ke luar kota.
Jika ibu tidak saya ajak ke Bandung untuk menengok kakak satu-satunya yang masih hidup, saya khawatir akan menyesal karena tidak sempat bertemu lagi. Hingga akhirnya saya nekat mengajak ibu ke Bandung naik kereta api sambil melakukan persiapan yang matang.
Hingga akhirnya di tahun 2025 ini, saya bersyukur karena bude saya wafat setelah tak lama kami menengoknya di Bandung. Jadi ibu saya pun tidak menyesal karena masih sempat bertemu kakak satu-satunya yang masih hidup. Sekarang di keluarga ibu saya, hanya ibu yang tersisia. Duh jadi melow kan saya.
Saya dan ibu memutuskan untuk naik kereta api Turangga dari stasiun Gubeng menuju stasiun Bandung. Saya beli tiket kereta api menggunakan aplikasi Traveloka agar lebih praktis karena tiket akan langsung dikirim via email.
Kereta api Turangga berangkat sekitar 18.45 WIB dan sampai di stasiun Bandung sekitar jam 6 pagi. Dari rumah, saya memutuskan untuk pesan taksi Blue Bird secara online, jalan ibu sudah sangat pelan dan biasanya sopir Blue Bird akan sabar menunggu.
Untungnya jarak dari rumah ke stasiun Gubeng tidka terlalu jauh, hanya sekitar 30 menit saja kalau tidak macet. Sesampainya di stasiun Gubeng, saya memanggil porter atau petugas yang menawarkan jasa angkut barang penumpang.
Karena ini bukan perjalanan wisata maka saya pun hanya membawa pakaian secukupnya sehingga barang bawaan pun tidak banyak. Sebenarnya saya sanggup membawa satu ransel besar karena hanya itu barang yang kami bawa. Namun demi keamanan karena saya harus menjaga Ibu, akhirnya saya pun memanggil porter. Bersyukur sekali sekarang stasiun Gubeng sudah sangat ramah terhadap lansia sehingga ibu saya pun tidak kesulitan ketika naik ke gerbong kereta api.
Di dalam gerbong kereta api Turangga juga dijual makanan, minuman dan aneka camilan. Prinsip saya kalau bepergian naik kereta ya harus jajan, wkwkwk. Kali ini saya beli nasi goreng. Pagi keesokan harinya saya beli kopi di dalam kereta api.
Pertimbangan saya menggunakan kereta api Turangga adalah agar ibu lebih nyaman selama berada di dalam kereta. Dan ternyata keputusan saya tepat, Ibu tidak mengalami sakit pinggang selama di perjalanan menuju Bandung.
Sesampainya di Bandung, saya dijemput oleh dua orang sepupu saya. Sebenarnya kami inginnya langsung ke Rumah Sakit Borromeus Bandung, namun sepupu menyuruh agar kami istirahat dulu di rumah bude. Baiklah, saya pun nurut.
Setelah kurang lebih 4 jam di rumah bude, kami pun berangkat ke Rumah Sakit Borromeus sekaligus membawa tas ransel karena kami berencana menginap di hotel dekat rumah sakit saja. Saya dan ibu menginap di Daun Residence yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari rumah sakit dimana bude diopname.
Mengunjungi bude saya yang berada di ruang ICU tentu hanya boleh pada jam-jam tertentu, sehingga saya dan ibu lebih banyak mengobrol bersama anak-anak bude. Ada juga keluarga dari ibu saya yang datang membesuk sehingga suasana pun tidak terlalu sepi.
Sebenarnya keluarga diperbolehkan tidur di rumah sakit ketika menjaga pasien yang sedang sakit. Saya lihat Rumah Sakit Borromeus menyediakan ruangan yang disekat untuk keluarga pasien yang ingin menginap atau hanya sekadar istirahat.
Namun saya memutuskan untuk menginap di hotel saja karena lagi-lagi faktor usia ibu yang sudah tidak muda lagi.
Kaget Dengan Stasiun Bandung
Tahun 2016 saya sebenarnya sudah pernah ke Bandung bersama suami, namun dulu belum ada eskalator ya untuk turun ke lantai dasar. Ternyata sekarang penumpang harus turun eskalator ketika turun dari kereta api. Mungkin karena semenjak ada Whoosh sehingga desain stasiun Bandung pun mengalami banyak perubahan.
Ibu saya sempat sedikit oleng dan hampir terjatuh ketika turun menggunakan eskalator. Mungkin kaget karena ketika turun dari kereta api, kita harus berjalan agak jauh untuk sampai ke kedatangan.
Meskipun sudah merasa sakit di bagian pinggang sampai kaki, namun ibu saya berusaha kuat. Maklum saja, ibu tidak mau menggunakan kursi roda padahal sudah ditawari oleh porter yang saya panggil ketika turun di stasiun Bandung.
Sesampainya di lantai dasar stasiun Bandung, sepupu sudah stand by menjemput. Saya suruh ibu untuk duduk sejenak di kursi sebuah outlet makan, sambil kami memesan kopi.
Rumah Sakit Borromeus, Lengkap Dengan Kulinernya
Karena saya baru pertama kali ke Rumah Sakit Borromeus, dan kalau tidak hafal dengan bangunannya agak bingung juga. Sampai saya harus berkali-kali ditunjukkan arah oleh sepupu agar tidak nyasar ketika kembali ke hotel.
Kesan saya terhadap Rumah Sakit Borromeus adalah lokasinya sangat strategis dan cukup lengkap dengan kulinernya. Ya ampuun.. padahal niatnya ingin menjenguk bude yang sedang berada di ICU namun ternyata tidak tahan melihat begitu banyak kuliner di rumah sakit tersebut.
Ada satu kantin di Rumah Sakit Borromeus yang menjual beragam makanan, mulai dari nasi hingga kue basah. Nama kantinnya Yomart. Saya kalap kalau berada di Yomart, rasanya pengen beli semua, wkwkwk.
Menginap di Daun Residence
Kami tidak mengambil paket sarapan ketika menginap di Daun Residence. Bagi saya tidak masalah karena sekarang order makanan sangat mudah. Karena lokasi hotel berada di sekitar Dago maka tentu saja banyak sekali kuliner yang tersedia.
Ketika menginap di Daun Residence, saya pesan makanan via Shopee Food jam 4 pagi dan ada driver yang mau menerima orderan saya lho! Suasanya di hotel menurut saya cukup nyaman dan tenang.
Kami menginap selama 2 hari lalu kembali ke Surabaya di hari ketiga dengan menggunakan Kereta Api Argo Wilis yang berangkat sekitar pukul 7.30 WIB. Pertimbangan saya naik Kereta Api Argo Wilis agar lebih cepat sampai di Surabaya saja.
Meskipun hanya lebih cepat satu jam, namun bagi ibu saya lama perjalanan tersebut sungguh memengaruhi kondisi fisik beliau.
Berburu Kuliner di Stasiun Bandung
Jangan-jangan isi kepala saya hanya makan, makan dan makan nih, wkwkwk. Menurut saya stasiun Bandung kulinernya sangat menarik. Jadinya saya tergiur donk. Nah, saya beli gorengan di salah satu outlet di Bandung, lalu beli pastry gitu. Saya lupa nama outlet yang menjual pastry di Stasiun Bandung.
Bayar pake QRIS tentu jadi kelebihan ketika kita beli makanan dan minuman di dalam stasiun. Jadinya saya kalap kan beli banyak makanan dan minuman. Tapi sebagian saya jadikan oleh-oleh untuk suami kok, wkwkwk.
Ohya tak ketinggalan ketika berada di Bandung, teman saya yang merupakan blogger Tangerang memberikan oleh-oleh Bollen Kartika Sari. Meskipun tinggal di Tangerang, tapi teman saya rela mengirim via online oleh-oleh tersebut. Terima kasih Mbak Bay!
Sesampainya di Stasiun Gubeng, saya sudah tidak menggunakan jasa porter lagi karena saya anggap sudah cukup paham kota sendiri. Saya dan ibu langsung bergegas menuju pangkalan taksi Blue Bird lalu kami pun naik taksi menuju rumah.
Demikian cerita perjalanan saya bersama ibu pergi ke Bandung menggunakan kereta api.
Posting Komentar untuk "Pengalaman Pergi Bandung Naik Kereta Api Bersama Ibu "